berpisah enggan, bertahan pun meracun - ia terjebak dalam sangkar buatan diri sendiri, lagi.
“lari”,
kukatakan padanya.
“belum!”,
jawabnya tegas.
jalan
berduri itu tetap dilalui pelan oleh kakinya yang memang sudah ringkih.
“aku
enggan memulai yang baru”, katanya sendu.
“kau
enggan atau memang selamanya tak mau? berapa banyak duri lagi yang ingin kau
lalui perlahan-lahan oleh kaki kurusmu itu?”, tanyaku lirih.
“kau
tau, kau juga seperti ini dahulu, terjebak oleh sangkarmu sendiri, sebelum kau
memutuskan untuk berlari”, tambahku menatap mata nanarnya.
“tapi
kukira ini adalah jalan terakhir yang akan kulalui, kukira aku bisa bertahan
sebentar lagi melaluinya, tunggu, kumohon, semuanya berlalu begitu cepat,
begitu banyak yang dibawa oleh pundak ini”, jawabnya terisak.
“kupikir
kau sudah membulatkan tekadmu kemarin, berlari hingga tidak ada lagi duri yang
kau pijak kembali, aku tau memang kau tidak bisa membuang semua bawaan yang ada
di pundakmu, tapi bukankah lebih baik jika kau berlari dan setidaknya mengasihani
kakimu?”, jawabku seraya memeluk tubuh kecilnya.
“biarlah,
biar waktu yang memberikan petuahnya, untuk sementara biarkan aku menahan diri
sebentar lagi”, jawabnya tegas dan melepaskan pelukanku
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------